Minggu, 28 Februari 2010

EFEK RUMAH KACA

Definisi efek rumah kaca kurang lebih adalah sekumpulan gas Karbondioksida (CO2) dan gas-gas lain yang terjebak di atmosfer dan tidak terurai sehingga menimbulkan efek pemanasan global.
Hal yang menyebabkan Suhu Bumi semakin meningkat karena energi panas yang bersumber dari pusat tata surya kita (matahari) masuk dan terperangkap di bumi oleh gas rumah kaca tersebut.
Akibatnya, es di kutub bumi mulai mencair…permukaan air meningkat…bumi semakin panas…perubahan iklim buruk yang berbeda terjadi di belahan dunia yang berbeda…misalnya di belahan dunia tertentu terjadi bencana kekeringan, sedangkan belahan dunia lainnya terjadi bencana hujan, banjir dan gelombang pasang.
Efek rumah kaca ini mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem biota di laut yang berakibat gas O2 yang sebagian juga dihasilkan oleh makhluk di dalam laut juga berkurang. Akibatnya bisa ditebak…akankah kiamat terjadi dalam waktu dekat atau beberapa dekade mendatang ?
Ada berita yang melaporkan suatu pameran terhadap benda bersejarah kepunyaan Sir Isaak Newton (scientist terkemuka jaman dulu kala yang menemukan efek gravitasi) bahwasanya dunia akan kiamat di tahun 2060. Kalau melihat fenomena-fenomena yang terjadi belakangan ini…mungkin saja kalo kita tidak segera merubah pola hidup kita terhadap keseimbangan lingkungan.
Caranya menjaga keseimbangan lingkungan :
1. Kurangi pemakaian bahan bakar fosil untuk pembakaran baik itu untuk kendaraan bermotor, perusahaan listrik dll.
2. Kurangi penebangan pohon, mari tanam pohon yang banyak supaya jadi paru-paru kota, paru-paru dunia, paru-paru kita bersama.
3. Buang sampah pada tempatnya.
4. Kurangi pemborosan energi dan makanan. jangan mubazir (menyisakan makanan karena memasak juga butuh energi).
5. Luangkan waktu untuk menikmati indahnya dunia dan melestarikan lngkungan.

Global warming adalah suatu peristiwa yang disebabkan meningkatnya efek rumah kaca (green house effect). Sebenarnya efek rumah kaca bukanlah suatu hal yang buruk, justru dengan adanya efek rumah kaca bumi kita bisa tetap hangat, bahkan memungkinkan kita bisa survive hingga sekarang.
Kamu bisa mengibaratkan bumi kita seperti mobil yang sedang diparkir dalam cuaca yang cerah. Kamu pasti akan berpikir bahwa temperature di dalam mobil pasti akan lebih panas dibandingkan temperature di luar mobil. Sinar matahari memasuki mobil tersebut melalui celah-celah pada kaca jendela dan secara otomatis panas dari sinar matahari akan diserap oleh jok, karpet, dashboard serta benda-benda lain yang berada di dalam mobil. Ketika semua objek tersebut melepaskan kembali panas yang diserapnya, tidak semua panas tersebut akan bisa keluar melalui celah jendela, sebagian justru akan dipantulkan kembali- panas tersebut akan diradiasikan kembali oleh benda-benda yang ada di dalam mobil dengan panjang gelombang yang berbeda-beda. Sehingga sejumlah energy panas akan tetap tinggal di dalam mobil, dan hanya sebagian kecil dari energy tersebut yang bisa melepaskan diri. Pada akhirnya, mobil tersebut akan mengalami peningkatan temperature secara berkala, semakin lama akan semakin panas.
Ketika cahaya matahari mengenai atmosfer serta permukaan bumi, sekitar 70% dari energi tersebut tetap tinggal di bumi, diserap oleh tanah, lautan, tumbuhan serta benda-benda lainnya. 30 % sisanya dipantulkan kembali melalui awan, hujan serta permukaan reflektif lainnya. Tetapi panas yang 70 % tersebut tidak selamanya ada di bumu, karena bila demikian maka suatu saat bumi kita akan menjadi “bola api”). Benda-benda di sekitar planet yang menyerap cahaya matahari seringkali meradiasikan kembali panas yang diserapnya. Sebagian panas tersebut masuk ke ruang angkasa, tinggal di sana dan akan dipantulkan kembali ke bawah permukaan bumi ketika mengenai zat yang berada di atmosfer, seperti karbon dioksida, gas metana dan uap air. Panas tersebut yang membuat permukaan bumi tetap hangat dari pada di luar angkasa, karena energy lebih banyak yang terserap dibandingkan dengan yang dipantulkan kembali. Itulah peristiwa yang disebut dengan efek rumah kaca (green house effect).

Bumi Tanpa Efek Rumah Kaca
Apa yang akan terjadi bila bumi kita tanpa efek rumah kaca, maka bumi akan seperti planet Mars. Mars tidak memiliki atmosfer yang cukup tebal untuk mempertahankan panas Matahari, di sana sangat dingin. Sehingga tidak memungkinkan adanya kehidupan. Masya Alloh….
So, berterimakasihlah pada Alloh SWT, karena dengan efek rumah kaca bumi kita bisa tetap hangat, tidak membeku dan kita bisa tetap hidup
Penyebab EFEK RUMAH KACA
Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinya.

Energi yang masuk ke bumi mengalami : 25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer 25% diserap awan 45% diadsorpsi permukaan bumi 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi

Energi yang diadsoprsi dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi infra merah oleh awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar infra merah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda.

Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah sulfur dioksida (SO2), nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik seperti gas metana (CH4) dan khloro fluoro karbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca.

Minggu, 21 Februari 2010

Kesesuaian Lahan dan Kakao

2. 1. Evaluasi Kesesuaian Lahan
Evaluasi lahan adalah proses dalam menduga kelas kesesuaian lahan dan potensi lahan untuk penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun nonpertanian. Adapun kerangka dasar dari evaluasi sumberdaya lahan adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat sumber daya yang ada pada lahan tersebut (Sitorus, 1995). Menurut Husein (1981), evaluasi kesesuaian lahan adalah usaha untuk mengelompokkan tanah-tanah tertentu sesuai dengan kebutuhan tanaman atau golongan tanaman.
Evaluasi kesesuaian lahan mempunyai penekanan yang tajam, yaitu mencari lokasi yang mempunyai sifat-sifat positif dalam hubungannya dengan keberhasilan produksi atau penggunaannya. Dalam menentukan kesesuaian untuk tanaman tertentu dikenal dua tahapan. Tahapan pertama menilai persyaratan tumbuh tanaman yang akan diusahakan atau mengetahui sifat-sifat tanah dan lokasi yang pengaruhnya bersifat negatif terhadap tanaman. Tahapan kedua mengidentifikasi dan membatasi lahan yang mempunyai sifat-sifat yang diinginkan tetapi tanpa sifat lain yang tidak diinginkan (Sitorus, 1989).
Prinsip utama yang digunakan dalam proses evaluasi lahan adalah sebagai berikut (FAO, 1976; Young 1978) dalam Sitorus, (1989):
1. Kesesuaian lahan dinilai berdasarkan macam atau jenis penggunaan lahan tersebut.
2. Evaluasi lahan membutuhkan pembandingan antara keuntungan yang diperoleh dengan memasukkan yang diperlukan.
3. Evaluasi dilakukan sesuai dengan kondisi-kondisi fisik lahan, kondisi sosial, kondisi ekonomi dan kondisi nasional.
4. Kesesuaian didasarkan atas penggunaan yang lestari.
5. Evaluasi melibatkan pembandingan lebih dari satu jenis penggunaan lahan.
Sys et al (1991) menambahkan bahwa klasifikasi kesesuaian aktual dan potensial adalah konsep lain dari evaluasi lahan dimanan kelas kesesuaian aktual berhubungan dengan kondisi lahan pada saat ini didasarkan kepada observasi langsung, sedangkan kelas kesesuaian potensial menunjukkan suatu situasi akan datang jika lahan telah diubah dengan perbaikan-perbaikan dasar.



2. 2. Metode Pendekatan dalam Evaluasi Lahan
Ada tiga metode pendekatan yang umum digunakan dalam evaluasi lahan yaitu pendekatan pembatas, pendekatan parametrik dan kombinasi pendekatan pembatas dan parametrik.
2. 2. 1. Pendekatan Pembatas
Pendekatan pembatas lahan adalah suatu cara memperlihatkan kondisi lahan atau karakteristik lahan. Pembatas lahan ialah penyimpangan dari kondisi optimal karakteristik lahan dan kualitas lahan yang memberikan pengaruh buruk untuk berbagai penggunaan lahan (Sys et al., 1991).
Selanjutnya dikatakan bahwa pendekatan pembatas lahan terbagi menjadi beberapa tingkat pembatas suatu lahan dan kelas kesesuaiannya mulai dari tingkat tanpa pembatas sampai pada tingkat sangat berat. Urutan tingkat pembatas sebagai berikut:
a. 0 (tanpa pembatas), digolongkan ke dalam kelas S1
b. 1 (pembatas ringan), digolongkan ke dalam kelas S1
c. 2 (pembatas sedang), digolongkan ke dalam kelas S2
d. 3 (pembatas berat), digolongkan ke dalam kelas S3
e. 4 (pembatas sangat berat), digolongkan ke dalam kelas N1 dan N2

2. 2. 2. Pendekatan Parametrik
Dalam pendekatan parametrik dilakukan pemberian bobot atau rating pada tiap karakteristik (kualitas) lahan. Jika karakteristik lahan atau kualitas lahan optimal untuk suat tipe penggunaan lahan yang dipilih, maka
diberikan nilai rating maksimum 100, namun jika karakteristik atau kualitas lahan memperlihatkan adanya pembatas, maka diberikan nilai rating yang rendah (Sys et al., 1991).
Menurut Mabbut, (1996) dalam Sitorus (1989), pendekatan parametrik mengkelaskan lahan atas dasar sejumlah sifat lahan tertentu, dimana pemilihan sifat tersebut ditentukan oleh peruntukan atau penggunaan lahan yang sedang dipertanyakan. Pendekatan ini biasanya digunakan apabila individu dari sifat lahan dianggap lebih penting daripada sifat lahan keseluruhan.
Pendekatan parametrik mempunyai beberapa keuntungan yaitu lebih bersifat kuantitatif dan kurang tergantung terhadap hasil interpretasi yang sifatnya subjektif dari bentuk lahan. Juga lebih bersifat statistik dalam mengukur keragaman, menformulasikan pengambilan contoh yang rasional dan menyatakan batas peluang dari hasil-hasil penemuan. Selain itu juga lebih cocok dengan perkembangan yang semakin meningkat (Sitorus, 1989).

2. 2. 3. Kombinasi Pendekatan Pembatas dan Parametrik
Kombinasi pendekatan parametrik dan pembatas yang dikemukakan oleh Sys et al (1991), sering digunakan untuk menentukan kelas kesesuaian lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Penentuan kelas kesesuaian lahan dilakukan dengan cara memberi bobot berdasarkan nilai kesetaraan tertentu sekaligus merupakan penentuan tingkat pembatas lahan yang dicirikan oleh harkat terkecil.
Tingkat pembatas dan kombinasi antara pendekatan pembatas dan parametrik dalam evaluasi disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria Penilaian Kelas Kesesuaian Lahan
Indeks Lahan atau Iklim Nilai Ekivalensi

Tingkat Pembatas Kelas Kesesuaian Lahan
>75
50 – 75
25 – 50
12 – 25
<12 100 – 85
85 – 60
60 – 40
40 – 25
<25 Tidak Ada
Ringan
Sedang
Berat
Sangat Berat S1
S2
S3
N1
N2
Sumber: Sys et al (1991).
2. 3. Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Evaluasi kesesuaian lahan dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Evaluasi lahan secara kualitatif menekankan pada hasil yang hanya bersifat kualitatif saja, seperti penggolongan satuan lahan ke dalam kategori; sesuai, cukup sesuai, sesuai marjinal, dan tidak sesuai, tanpa memperhitungkan biaya dan pendapatan yang akan diperoleh. Pendekatan ini umumnya hanya menggunakan parameter biofisik dalam proses evaluasi. Faktor ekonomi hanya digunakan sebagai acuan dasar, tidak dikaji. Sedangkan evaluasi kuantitatif adalah suatu pendekatan dimana perbedaan-perbedaan antara kelas-kelas satuan lahan dinyatakan dalam bentuk nilai atau angka-angka seperti indeks produktivitas, produksi persatuan lahan, daya dukung lahan, keuntungan bersih dan lain-lain (Baja, 2001.).
Dengan kata lain, aspek ekonomi lebih diperhitungkan dalam pendekatan ini. Dent dan Young (1981), membagi pendekatan kuantitatif menjadi evaluasi fisik kuantitatif dan evaluasi ekonomi. Hasil evaluasi kualitatif umumnya menunjukkan kemungkinan besarnya input yang diperlukan (melalui perbaikan kualiats) untuk pengusahaan suatu lahan terhadap jenis penggunaan tertentu. Sedangkan hasil evaluasi kuantitatif akan menunjukkan besarnya keuntungan atau kerugian dalam penggunaan lahan tertentu. Hasilnya cepat out of date akibat nilai ekonomi yang cepat berubah (Baja, 2001). Struktur dari sistem klasifikasi kesesuaian lahan terbagi kedalam tingkatan ordo, kelas, sub kelas dan satuan.



2. 3. 1. Ordo
Kesesuaian lahan pada tingkat ordo menunjukkan apakah lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu. Ordo kesesuaian lahan ini dibagi dua yaitu; 1) Ordo S (sesuai) ialah lahan yang dapat digunakan untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau sedikit resiko kerusakan terhadap sumber daya lahannya. Keuntungan yang diharapkan dari hasil pemanfaatannya melebihi masukan yang diberikan, 2) Ordo N (tidak sesuai) ialah lahan yang mempunyai pembatas sedemikian rupa sehingga mencegah penggunaan secara lestari.
2. 3. 2. Kelas
Kesesuaian lahan pada tingkat kelas adalah pembagian lebih lanjut dari ordo dan menggambarkan tingkat-tingkat kesesuaian dari ordo. Apabila tiga kelas yang dipakai dalam ordo sesuai (S) dan dua kelas dalam ordo tidak sesuai (N), maka pembagian serta defenisi kelas tersebut adalah sebagai berikut:
2. 3. 2. 1. Kelas S1 (Sangat Sesuai):
Lahan tanpa pembatas atau sedikit pembatas ringan untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau sedikit resiko kerusakan sumberdaya lahannya. Keuntungan yang diharapkan dari hasil pemanfaatan lahan ini akan melebihi masukan yang diberikan.
2. 3. 2. 2. Kelas S2 (Cukup Sesuai):
Lahan yang mempunyai pembatas yang agak berat untuk suatu penggunaan secara lestari. Pembatas akan mengurangi hasil dan keuntungan serta menaikkan masukan yang diperlukan.
2. 3. 2. 3. Kelas S3 (Sesuai Marginal):
Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas yang sangat berat untuk penggunaan yang lestari. Pembatasnya akan mengurangi hasil dan keuntungan serta perlu menaikkan masukan yang diperlukan.
2. 3. 2. 4. Kelas N1 (Tidak Sesuai Saat Ini):
Lahan yang mempunyai faktor pembatas berat tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biaya rasional.
2. 3. 2. 5. Kelas N2 (Tidak Sesuai Permanen):
Lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat sehingga tidak memungkinkan digunakan bagi suatu penggunaan yang lestari.



2. 3. 3. Sub Kelas
Kesesuaian lahan pada tingkat sub kelas mencerminkan jenis-jenis pembatas yang dimiliki atau bentuk perbaikan dalam suatu kelas kesesuaian lahan, tiap kelas kecuali kelas S1 dapat dibagi menjadi satu atau lebih sub kelas tergantung dari jenis pembatas yang ada. Jenis pembatas yang ditunjukkan dengan simbol huruf kecil yang diletakkan setelah simbol kelas.
Beberapa jenis pembatas menentukan sub kelas kesesuaian lahan yaitu pembatas iklim (c), pembatas topografi (t), pembatas kebasahan (w), pembatas faktor fisika tanah (s), pembatas faktor kesuburan tanah (f), pembatas salinitas dan alkalinitas (n).
2. 3. 4. Satuan
Kesesuaian lahan dalam tingkat unit merupakan pembagian lebih lanjut dari sub kelas berdasarkan atas besarnya faktor penghambat. Pada penelitian ini, tingkat kesesuaian lahan hanya dilakukan sampai kategori sub kelas.




2.4 Kakao (Theobroma cacao L.)
2.4.1 Sistematika Tanaman Kakao
Kakao merupakan satu-satunya diantara 22 jenis marga Theobroma, suku Sterculiaceae yang diusahakan secara komersial. Menurut Tjitrosoepomo (1988), sistematika tanaman kakao adalah sebagai berikut.
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak kelas : Dialypetalae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae
Marga : Theobroma
Jenis : Theobroma cacao L.

Menurut Cheesman (cit. Wood dan Lass, 2001), kakao dibagi tiga kelompok besar, yaitu criollo , forastero dan trinitario. Sifat criollo adalah pertumbuhannya kurang kuat, daya hasil lebih rendah daripada forastero, relatif gampang terserang hama dan penyakit. Permukaan kulit buah criollo kasar, berbenjol-bonjol, dan alur-alurnya jelas. Kulit ini tebal tetepi lunak sehingga mudah dipecah. Kadar lemak dalam biji lebih rendah daripada forastero tetapi ukuran bijinya besar, bentuknya bulat, dan memberikan citarasa khas yang baik. Lama fermentasi bijinya lebih singkat daripada tipe forastero. Dalam tata niaga kakao criollo termasuk kelompok kakao mulia (fine-flavoured), sementara itu kakao forastero termasuk kakao lindak (bulk)
2.4.2 Kesesuaian Lahan Dan Syarat Tumbuh Tanaman Kakao
Untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik, tanaman kakao menghendaki lahan yang sesuai, yang mempunyai keadaan iklim dan keadaan tanah tertentu Keadaan iklim yang sesuai untuk tanaman kakao, antara lain:
a. Curah hujan cukup dan terdistribusi merata, dengan jumah curah hujan 1500-2500 mm/th, dengan bulan kering tidak lebih dari 3 bulan.
b. Suhu rata-rata antara 15 - 30 C, dengan suhu optimum 25,5 C
c. Fluktuasi suhu harian tidak lebih dari 9 C
d. Tidak ada angin bertiup kencang
Keadaan tanah yang dikehendaki tanaman kakao antara lain:
a. Solum tanah dalam (>150 cm)
b. Tekstur dan struktur tanah baik, sehingga tanah mempunyai daya menahan air, aerasi, dan drainase yang baik
c. pH tanah antara 6 - 7
d. Kandungan bahan organik tidak kurang dari 3%
e. Kandungan unsur hara cukup tinggi
2.4.3 Anatomi Kakao
Tanaman kakao tergolong dalam suku Sterculiacea dari bangsa Malvales. Berbeda dengan suku dari bangsa yang lain, struktur anatomi Sterculiaceae memiliki banyak kekhususan. Uraian anatomi organ kakao dimulai dari akar kemudian dilanjutkan dengan batang dan akar.
2. 4. 3. 1. Anatomi Akar
Pada saat akar mengalami pertumbuhan sekunder, berkas pengangkut primer akan menyusun bagian tengah kemudian membentuk struktur heksagonal (akar tunggang) dan struktur tetragonal (akar lateral). Pada jaringan primer, berkas floem letaknya berselang-seling secara radial dan berkas xilemnya dipisahkan oleh lapisan sel parenkim. Sementara itu, floem primer membentuk kelompok dan kemudian endodermisnya dipisahkan oleh sel perisikel. Awal pertumbuhan akar lateral dari lapisan perisikel berasal dari satu sisi yang berlawanan dengan tempat berkumpulnya xylem primer. Korteks disusun oleh 6-16 lapis sel parenkim dan terletak di sebelah luar endodermis. Epidermis akar tersusun atas satu lapis sel.
Xilem sekunder akar disusun oleh unsure-unsur trakea yang terdiri atas trakea, trakeida, serabut trakeida, dan parenkim kayu. Trakea akan lebih banyak dijumpai di dekat xilem primer, tetapi diameternya lebih kecil daripada trakea yang berada jauh dari xilem primer. Struktur jari-jari xilem akar kurang jelas, pada umumnya tersusun atas 1-3 lapis sel parenkim. Penampang melintang sel parenkim ini berbentuk bujur sangkar. Jari-jari xilem bagian luar terkait dengan berkas floem. Di bagian ini, jari-jari xilem akan melebar membentuk bagian floem dengan struktur menyerupai bentuk segitiga. Kebanyakan trakea berada berdampingan dengan jari-jari xilem ini.
Floem sekunder terdiri atas pembuluh tapis, sel pengiring, serabut floem, dan parenkim floem. Struktur berkas floem menyerupai bagian segitiga dan menjadi ciri khas dari suku Sterculiaceae. Berkas floem secara radial berselang-seling dengan jari-jari floem dan disebut sebagai jaringan dilatasi. Ukuran berkas floem akar relative lebih pendek daripada floem batang.
Akar sekunder (lateral) kakao tumbuh dari jaringan perisikel ke arah luar menembus endodermis, korteks, dan epidermis akar primer (akar tunggang). Anatomi akar lateral menyerupai akar tunggang dan perbedaan pokoknya hanya terletak pada penumpang melintang berkas pengangkut primer (primary vascular strand). Pada penampang melintang, akar tunggang bentuknya menyerupai bentuk heksagonal, sedangkan akar lateral menyerupai bangun tetragonal. Pada permukaan akar lateral banyak ditumbuhi bulu akar.


2. 4. 3. 2. Anatomi Batang
Batang kakao bersifat dimorfisme, artinya memiliki dua macam tunas, yaitu tunas ortotrop (chupon) dan tunas plagiotrop (fan). Anatomi kedua macam tunas tersebut pada dasarnya adalah sama. Xilem primer batang terkumpul pada bagian tepi empulur dan berdampingan dengan xilem sekunder yang tumbuh setelahnya. Diameter empulur cukup besar dengan bentuk sel-sel isodiametris dengan ruang-ruang antar sel yang lebar. Di bagian empulur ini terdapat banyak sel lendir yang
merupakan bentukan dari sekitar lima sel parinkem. Sel-sel tersebut memiliki dinding sel yang saling melarut sehingga membentuk saluran lendir memanjang di sepanjang batang.
Ukuran saluran lendir pada empular jauh lebih besar daripada saluran lendir yang terdapat pada korteks. Penampang melintang saluran pada batang ini bentuknya membulat pada bibit umur 4,5 bulan jumlah saluran sekitar 8-12. Pada korteks, bentuk penampang saluran lendir beragam, mulai dari bulat sampai lonjong. Ukurannya lebih kecil, tetapi jumlahnya lebih banyak dibandingkan saluran yang terdapat pada empulur. Walaupun sebarannya tidak teratur, saluran lendir pada korteks mudah ddijumpai pada bibit yang lebih muda karena ukurannya lebih besar.
Korteks pada batang kakao ukurannya lebih tebal dan tersusun atas 15-20 lapis sel. Sel-selnya bersifat parenkimatis dan bentuknya isodiametris. Di bagian luar korteks tersebar sel-sel lendir yang membentuk saluran lendir dan memanjang sampai tangkai daun.
Kekhasan yang lain dari pertumbuhan batang kakao adalah terbentuknya jorket dari tunas ortotrop. Dari joket tersebut akan tumbuh 4-6 cabang plagiotrop. Pengamatan anatomis menunjukan bahwa tiap-tiap cabang plagiotrop tumbuh dari ruas-ruas yang berbeda, tetapi karena buku antar ruas tersebut amat pendek, membuat semua cabang plagiotrop seakan-akan tumbuh dari satu ruas yang sama.
2. 4. 3. 3. Anatomi Daun
Susunan anatomi daun kakao berturut-turut terdiri atas satu lapis sel epidermis, tiga lapis sel palisade, jaringan bunga karang, dan epidermis bawah. Pada epidermis bawah terdapat stomata yang penyebarannya tidak teratur.
Sel-sel palisade daun amat kecil dan memiliki panjang sekitar tiga kali diameternya. Di dalam lapisan palisade ini, tersebar sel-sel lendir yang bentuknya bulat seperti bola. Terkadang, sel-sel lendir tersebut pecah sehingga isi selnya keluar melalui epidermis atas
Pada permukaan bawah daun kakao akan dijumpai stomata. Sel penutupnya berbentuk seperti ginjal yang letaknya tenggelam (kritofor). Indeks stomata beragam, yakni antara 10-28 hingga 19-66, tergantung pada kultivarnya.
Sel-sel epidermis atas lebih besar dan dinding selnya tipis. Permukaannya dilapisi oleh kitin dan kadang-kadang juga dilapisi oleh lendir. Di lain pihak, ukuran sel epidermis permukaan bawah amat kecil dan dinding selnya tebal
2. 4. 4. Morfologi Kakao
2. 4. 4. 1. Daun
Berdasarkan percabangannya, daun kakao bersifat dimorfisme, yakni tumbuh pada dua tunas (ortotrop dan plagiotrop). Daun yang tumbuh pada tunas ortotrop, tangkai daunnya berukuran 7,5-10 cm, sedangkan yang tumbuh pada tunas plagiotrop berukuran sekitar 2,5 cm. Tangkai daun kakao berbentuk silinder dan bersisik halus. Sudut daun yang dibentuk adalah 30-80° terhadap batang atau cabang tempat tumbuhnya, tergantung pada tipenya.


Pada pangkal dan ujung tangkai daun terjadi pembesaran dan sering disebut sebagai persendian daun (articulation). Dengan adanya persendian ini, daun kakao mampu membuat gerakan sebagai respon terhadap arah datangnya sinar matahari.
Kuncup-kuncup daun dilindungi oleh satu pasang stipula pada pangkal tangkainya. Bila daun mulai tumbuh, stipula akan segera rontok. Stipula diduga berperan dalam melindungi kuncup dari faktor lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan.
Ciri-ciri morfologi daun secara global adalah sebagai berikut :
a) Helai daun berbentuk bulat memanjang (oblongus), ujung daun meruncing (acuminatus), dan pangkal daun runcing (acutus).
b) Susunan tulang daun menyirip dan menonjol ke permukaan bawah helai daun.
c) Tepi daun rata, daging daun tipis, tetapi kuat seperti perkamen.
d) Daun dewasa berwarna hijau tua, tergantung pada kultivarnya dengan lebar 10 cm dan panjang bisa mencapai 30 cm.
e) Permukaan daun licin atau mengkilap.



2. 4. 4. 2. Batang dan cabang
Dari aspek tunas vegetative, tanaman kakao memiliki sifat seperti halnya daun, yakni dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ka atas disebut tunas ortotrop (chupon), sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya kesamping disebut plagiotrop, cabang kipas, atau fan. Disamping arah pertumbuhannya, perbedaan kedua macam tunas tersebut juga terletak pada rumus daun, ukuran daun, serta ukuran tangkai daun.
Tanaman kakao yang berasal dari biji, setelah berumur sekitar satu tahun dan memiliki tinggi 0,9-1,5 m, pertumbuhan vertikalnya akan berhenti kemudian membentuk perempatan (jorket/jorquette).
2. 4. 4. 3. Akar
Pada awal perkecambahan benih, akar tunggang tumbuh cepat, yakni mencapai 1 cm pada umur 1 minggu, 16-18 cm pada umur satu bulan, dan 25 cm pada umur tiga bulan. Laju pertumbuhannya kemudian melambat dan untuk mencapai panjang 50 cm diperkirakan memakan waktu dua tahun. Kedalaman akar tunggang menembus tanah dipengaruhi oleh kondisi air tanah dan struktur tanah. Pada tanah yang jeluknya dalam dan drainase baik, akar tunggang kakao dewasa mencapai kedalaman 1,0-1,5 m. Tanaman kakao memiliki sistem perakaran yang dangkal karena sebagian besar akar lateral berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada jeluk 0-30cm.
2. 4. 4. 4. Bunga
Bunga kakao mengikuti rumus K5C5A5+5G(5) yang berarti bunga tersusun atas 5 daun kelopak bunga yang tidak terkait satu sama lain, 5 daun mahkota, 10 tangkai sari (tersusun dalam dua lingkaran) masing-masing terdiri dari 5 tangkai sari, dan 5 daun buah yang bersatu.
Ciri-ciri umum dari morfologi bunga kakao adalah sebagai berikut.
a) Berwarna putih, ungu, atau kemerahan. Warna yang kuat terdapat pada benang sari dan daun mahkota. Warna bunga ini khas untuk setiap kultivar.
b) Tangkai bunga kecil, tetapi panjang dengan ukuran 1-1,5 cm.
c) Daun mahkota berukuran panjang 6-8 mm dan terdiri atas dua bagian, yakni di bagian pangkal menyerupai kuku binatang dan di bagian ujung berbentuk lembaran tipis berwarna putih yang fleksibel.
2. 4. 4. 5. Buah dan Biji
Bentuk buah dan warna kulit buah kakao sangat bervariasi, tergantung pada kultivarnya. Namun, pada dasarnya hanya ada dua macam warna, yaitu:
a) Buah yang ketika muda berwarna hiaju atau hijau agak putih, bila sudah masak berwarna kuning, dan
b) Buah yang ketika masih muda berwarna merah, bila sudah masak berwarna oranye.
Permukaan kulit buah ada yang halus dan ada yang kasar, tetapi pada dasarnyakulit buah beralur 10 yang letaknya berselang-seling. Buah kakao akan masak setelah berumur 5-6 bulan, tergantung pada elevasi tempat penanaman. Pada saat buah masak, ukuran buah yang terbentuk cukup beragam dengan ukuran berkisar 10-30 cm, diameter 7-15 cm, tetapi tergantung pada kultivar dan faktor-faktor lingkungan selama proses perkembangan buah.
Bijji kakao dilindungi oleh daging buah (pulpa) yang berwarna putih. Ketebalan daging buah bervariasi, ada yang tebal dan ada yang tipis. Rasa buah kakao cenderung asam-manis dan mengandung zat penghambat perkecambahan. Di sebelah dalam daging buah terdapat kulit biji (testa) yang membungkus dua kotiledon dan embryo axis
Kakao ditanam pada daerah-daerah yang memiliki bulan kering tidak lebih dari 3 bulan. Menurut Schmidt dan Ferguson keadaan iklim demikian disebut tipe iklim A atau B. Dengan demikian penyebaran pertanaman ini pada umumnya memiliki curah hujan antara 1250-3000 mm tiap tahun. Daerah-daerah di Indonesia tersebut ideal bilamana tidak lebih tinggi dari 1000 m dari permukaan laut (Susanto, 1994).

Sabtu, 20 Februari 2010

TANAH dan BATUAN

2.1. Pembentukan tanah


Bahan asal tanah dalam istilah ilmu tanah (pedologi) dinamakan bahan induk. Bahan induk berwujud batuan, mineral-mineral dan zat organic. Adanya korelasi antara zone iklim dan jenis tanah memperlihatkanbahwa pada awal pembentukan tanah yang paling berpengaruh adalah bahan asal, makin lama tanah berkembang makin besar pengaruhnya dan makin bersifat dominan terhadap faktor lain juga terhadap bahan induk (Darmawijaya, 1990).
Proses pembentukan tanah dibagi dalam 2 proses yaitu proses pelapukan dan proses perkembagan tanah. Pelapukan adalah berubahnya bahan penyusun tanah dari bahan penyusun bahtuan, sedangkan proses perkembangan adalah terbentuknya lapisan tanah yang menjadi cirri, sifat dan kenampakan khas bagi masing-masing jenis tanah (Darmawijaya, 1990).
Pembentukan tanah dipengaruhi oleh 5 faktor dalam berbagai proses baik reaksi fisik maupun kimia. Semula yang dianggap sebagai faktor pembentuk tanah hanyalah bahan induk, iklim dan mahluk hidup. Setelah diketahui bahwa tanah berkembang terus, maka faktornya ditambah dengan faktor waktu. Topografi yang mempengaruhi tata air dalam tanah da erosi tanah juga merupakan faktor pembentuk tanah (Jenny, 1946 dalam Darmawijaya, 1990).
Iklim relief dan batuan tanah adalah merupakan factor dominan yang mempengaruhi pembentukan tanah. Iklim Indonesia secara alami adalah tropis basah. Tanah-tanah yang terbentuk di daerah tropis basah mengalami pencucian yang hebat dan pada umumnya kurang subur, warnanya merah kuning, bereaksi masam, tinggi kandungan aluminumnya. Dengan menggunakan system klasifikasi Dudal dan Soepraptohardjo (1957), tanah-tanah tersebut diklasifikasikan kedalam podsolik merah kuning. Akan tetapi dengan menggunakan system sekarang (Soil Survey Staff, 1975; 1999) sebagian besar mereka dikategorikan ke dalam Ultisols dan sebagian kecil Oxisols. Akan tetapi didaerah kering seperti di Indonesia bagian Timur, pencucian tidak terlalu intensif sehingga basa-basa seperti Kalsium, Magnesium dan Kalium tertahan pada komplek jerapan sehingga pH tanah berkisar antara 5.5-7.0. Di tanah-tanah ini meskipun Aluminum tidak bermasalah namun fosfat sering diikat dalam bentuk komplek kalsium. Dari total lahan Indonesia, sekitar 39% adalah datarn (kemiringan 0-8%), 13% bergelombang dengan kemiringan 8-15%, dan 47% adalah berbukit sampai bergunung. Dalam kaitannya dengan pembentukan tanah, sifat-sifat relief mempunyai pengaruh terhadap status air di dalam tanah yang pada gilirannya mempengaruhi pembentukan tanah.
Ditemukan bahwa ada 7 (tujuh) jenis batuan yang secara dominan mempengaruhi pembentukan tanah yaitu bahan organic, alluvium, batuan kapur, batuan sedimen, batuan metamorfik, plutonik dan batuan vulkanik. Meskipun demikian untuk kasus Indonesia, kebanyakan tanah dibentuk dari batuan sedimen (75.48 juta ha atau 40.1% dari total lahan), vulkanik (31.71 juta ha atau 16.9%) dan alluvium (29.75 juta atau 15.8% dari total lahan). Selebihnya dibentuk dari bahan organik (7.7%), plutonik (7.6%), batuan kapur (6.3%), dan metamorfik (4.7%). (DATA DARI INTERNET)
Para ahli tanah berpendapat bahwa faktor pembentukan tanah umumnya dipengaruhi oleh topografi, iklim, vegetsi, bahan induk, dan waktu. Hal ini sesuai dengan pendapat Dokuchiev dalam Suparwono dan Notohadiprawiro, 1978 yang menyatakan ada lima faktor pembentuk tanah utama yakni iklim, bahan induk, topografi, mahluk hidup (organisme) dan waktu. Dalam pembentukan tanah fajktor-faktor ini merupakan sumber daya, hubungan dan kombinasi antara faktor yang potensial berubah terhadap bahan induk pembentuk tanah (Buol et al., 1980).

2.2. Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah adalah pengelompokan berdasarkan sifat-sifat yang sama, klasifikasi tanah akan berbeda dari suatu tempat dengan tempat yang lain berdasarkan criteria pengelompokan (Soil Survey Staff, 1975). Selanjutnya Cline, 1949 mengemukakan bahwa klasifikasi tanah adalah suatu system yang mengatur atau menyususn sekian bayak benda atau pengertian ke dalam beberapa kelas atau golongan sehingga memudahkan kita melihat hubungan diantara sesamanya.
Klasifikasi tanah membantu kita dalam mengingat sifat-sifat tanah, juga dalam menambah pengetahuan kita tentang tanah disamping membantu kita melihat hubungan satu dengan yang lainnya dan hubungan tanah itu dengan lingkungannya (Kello, 1963).
Klasifikasi tanah secara garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu klasifikasi secara alami (taksonomi) dan klasifikasi secaraketeknikan atau kegunaan. Klasifikasi alami adalah klasifikasi yang didasarkan atas sifat fisik tanah yang dimilikinya tanpa menghubungkan dengan tujuan penggunaan tanah tersebut. Klasifikasi ini memberikan gambaran besar terhadap sifat fisik, kimia dan minerologi tanah yang dimiliki masing-masing kelas yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar untuk pengelolaan bagi berbagai penggunaan tanah. Sedangkan klasifikasi teknis adalah klasifikasi tanah yang didasarkan atas sifat-sifat yang mempengaruhi kemampuan tanah untuk penggunaan-penggunaan tertentu (Hardjowigeno, 1987).
Tujuan klasifikasi tanah secara sistematis adalah sebagai berikut : 1) mengorganisir atau menata pengetahuan kita tentang tanah, 2) Untuk mengetahui hubungan masing-masing individu tanah satu sama lain, 3) Untuk memudahkan mengingat sifat-sifat tanah, 4) Untuk mengelompokkan tanah denga tujuan yang lebih ptraktis dan 5) Mempelajari hubungan dan sifat-sifat tanah yang baru (Hardjowigeno, 1985).


2.3. Sistem Klasifikasi Berdasarkan Soil Taxonomy (USDA, 1999)
System klasifikasi berdarakan soil taksonomi ini digunakan karena system ini merupakan system yang multi kategori dan mempunyai cirri nyang lebih detail dari pada system lain. Taxonomy tanah (USDA, 1999) mempunyai ciri-ciri yang disebut cirri takxonomy tanah yang terdiri dari 8 ciri yaitu 1) setiap taksa harus mengandung pengertian yang sama kepada para pemakai, 2) Multi kategori yaitu jumlah taksa semakin kebawah jumlah taksa lebih banyak pada kategori paling rendah, 3) Taksa harus merupakan konsep dari tanah yang benar-benar ada, 4) Pembeda adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati, 5) Memungkinkan adanya perubahan-perubahan karena adanya penemuan-penemuan baru tanpa merusak system itu sendiri, 6) Pembeda sedapat mungkin mampu menempatkan tanah yang tidak terganggu dan tanah telah diolah ke dalam taksa yang sama pada kategori tertentu, 7) Taksonomi harus dapat mengklasifikasikan tanah dalam suatu landscape, 8) Taksonomi dapat mengklasifikasikan semua tanah yang diketahui.
Penggunaan taksonomi tanah sudah banyak sekali dilakukan baik penggunaan langsung untuk survei tanah atau pun untuk memberikan padanan terhadap sistem-sistem lai yang digunakan. Selain itu dalam sistem ini defenisi-defenisi tanah dibuat dengan pasti, sistematis dalam suatu sistem klasifikasi yang jelas dan tata namanya sangat indikatif (nama-nama tanah menunjukkan sifat-sifat tanah masing-masing kategori). Dengan defenisi-defenisisi yang pasti tersebut maka kemungkinan mengklasifikasikan tanah yang sama kedalam kelas yang berbeda, atau tanah-tanah yang berbeda kedalam kelas tanah yang sama dapat dihindarkan (Hardjowigeno, 1985).
Sistem taksonomi tanah terdiri atas 6 kategori yaitu : 1) Ordo, 2) Sub-ordo, 3) group, 4) sub-group disebut sebagai kategori tinggi, sedangkan 5) famili dan6) Seri disebut sebagai kategori rendah. Pembeda yang digunakan untuk masing-masing kategori secara berurut sebagai berikut :
Ordo : Faktor pembeda adalah ada tidaknya horison penciri serta sifat-sifat dari horison penciri tersebut.
Sub-ordo : Faktor pembeda adalah ada tidaknya genangan (regim kelembaban tanah, pembeda genetik dan tingkat pelapukan bahan organik.
Group : Faktor pembeda adalah tingkat perkembangan dan sususnan horison, kejenuhamn basah, regim suhu dan kelembaban serta ada tidaknya horison penciri lain.
Sub-group : Sifat-sifat dari group, sifat-sifat peralihan ke roup-group lainnya.
Famili : Faktor pembeda adalah sifat yang penting untuk pertumbuhan tanaman seperti sebaran besar butir, susunan mineral liat, regim suhu dan kedalaman 50 cm dari permukaan tanah.
Seri : Faktor pembeda adalah jenis dan susunan horison, warna, tekstur, struktur, konsistensi, reaksi tanah, sifat kimia dan mineral masing-masing horison.
Sistem Soil Taxonomy (1999) dikenal ada 12 ordo tanah yaitu Alfisols, Andisols, Aridisols, Entisol, Gelsols, Histosol, Inseptisols, Mollisols, Oxisols, Spodosols, Ultisols dan Vertisols.
2.3.1. Horison dan Sifat Penciri
2.3.1.1 Epipedon
Epipedon adalah suatu horison yang terbentuk pada atau dekat permukaan, dan sebagian besar struktur batuannya sudah dirusak. Horison ini telah menjadi gelap oleh bahan organik atau menunjukkan gejala-gejala eluviasi atau terpengaruh oleh keduanya (Soil Survey Staff, 1999).
Menurut Hardjowigeno (1985), surface horison ini terdiri beberapa bagian yaitu sebagai berikut :
Epipedon antrhopik : merupakan horison antrhopik yang dibuat oleh manusia (antrhopo = manusia), sehingga berbeda dengan horison mollik dalam warna,struktur dan dan kadar bahan organik. Horison ini berkembang karena dalam waktu yang lama meninggalkan tulang dan karang yang kaya akan posfor dan kalsium, atau digunakan untuk tanaman beririgasi. Kadar P¬¬2O5 lebih dari 250 ppm, kejenuhan basah biasanya lebih dari 50% atau mengkin kurang dari 50% tetapi lebih dari tanah sekitarnya.
Epipedon Mollik,. Termasuk horison permukaan warna kelam , kaya akan humus, relatif tebal dan atau horison yang kompleks penukarannya didominasi kation dwivalensi dinamakan mollic epipedon. Struktur sudah berkembang sedang sampai kuat, sehingga lunak (mollik = melunakkan) juga dalam keadaan kering. Memiliki sifat-sifat yaitu : struktur tanah yang cukup berkembang kuat, sehingga lunak jika kering: berwarna kelam dengan warna Munsell lebih kelam dari 3,5 basah dan kering serta chroma kurang dari 3,5 basah: kejenuhan basa 50% atau lebih: kadar C-organik 2,5% (sedikit lebih dari 4% bahan organik) atau lebih dalam lapisan tanah teratas sedalam 18 cm: tebal sekitar 25 cm (10-75) diats lithic horison: mengandung kurang dari 250 ppm P2O5 larut dalam 1% asam sitrat.
Epipedon Umbrik. Merupakan horison permukaan yang tebal berwarna kelam kaya bahan organik, kejenuhan basa kurang dari 50% dinamakan umbricepipedon. Horison umbric tidakharus lunak jika kering. Horison ini berkembang karena hujan tinggi.
Epipedon Plagen. Epipedon ini dibuat oleh manusia sedalam 50 cm atau lebih dihasilkan oleh pemupukan yang terus-menerus dalam waktu yang lama. Bahan organik terdekomposisi lambat dan pasir kuarsa dalam pupuk tertimbun di lapangan kurang lebih 1 mm/thn, sehingga dalam 1000 tahun akakn berkembang plaggen epipedon setebal 1 m. warna tanahnya dan kadar bahan organik tergantung pada sumbernya, sehingga cenderung hitam atau kelam, kaya bahan organik dengan nisbah C/N besar.
Epipedon Okhric. Epipedon okhric berwarna sangat cerah (light), kadar bahan organik rendah, atau terlalu tipis untuk dianggap epipedon mollik, umbrik, antropik atau plagen atau jika kering keras dan mampat. Horisonnya belum berkembang atau berkembang di bawah vegetasi hutan.
Epipedon Histic. Terbentuk dalam tanah yang jenuh air dalam sebulan atau lebih, sehingga bahan organik ada dalam 20 cm. C-organik berkisar dari 12 % dalam tanah fraksi mineral tanpa liat (clay) sampai 18 % dalam fraksi mineral dengan 60% atau lebih liat.
Epipedon Folistik. Lapisan tanah yang terdiri dari suatu horison atau lebih tebal atau yang jenuh air selam kurang dari 30 hari kumulatif dalam tahun-tahun normal, tersusun dari bahan organik dengan ketebalan 20 cm atau lebih.
Epipedon Melanik. Epipedon yang memiliki sifat tanah andik pada seluruh ketebalannya, value warna lembab dan kroma 2 atau kurang, kandungan karbon organik 6 % atau lebih sebagai rata-rata tertimbang dan kandungan karbon organik 4 % atau lebih pada semua lapisan.
2.3.1.2. Horison Penciri Bawah Permukaan
Menurut Hardjowigeno (2003), sub surface terdiri dari beberapa bagian yaitu sebagai berikut :
Horison Agrik. Horison dibawah lapisan olah terdapat akumulasi debu, liat dan humus.
Harison Albik. Horison berwarna pucat (horison E), warna dengan value lembab lebih dari lima.
Harison Argilik. Horison penimbunan liat, adalah horison B yang paling sedikit engandung 1,2 kali liat lebih banyak daripada liat diatasnya. Terdapat selaput liat.
Horison Kalsik. Tebal 15 cm atau lebih, mengandung karbonat (CaCO3 atau MgCO3) sekunder tinggi.
Horison Kambik. Horison bawah yang telah terbentuk struktur tanah atau sudah lebih mera dari bahan induk atau ada indikasi lemah adanya argilik atau spodik, tetapi tidak memenuhi syarat untuk kedua horison tersebut.
Horison Gipsik. Harison banyak mengandung gipsum (CaSO4) sekunder.
Horison Natrik. Horison argilik yang banyak mengandung Na.
Horison Oksik. Tebal 30 cm atau lebih, KTK (NH4O Ac) < 16 cmol (+)/kg liat, dan KTK efektif (jumlah basa + Aldd) < 12 cmol (+)/kg liat. Mineral mudah lapuk < 10%.
Horison Petrokalsik. Horison kalsik yang mengeras.
Horison Petrogipsik. Horison gipsik yang mengeras.
Horisonsalik. Tebal 2 cm atau lebijh, banyak mengandung garam-garam sekunder mudah larut.
Horison Sambrik. Horison berwarna gelap, sifat-sifat seperti epipedon umbrik, terjadi iluviasi humus tanpa Al dan tidak terletak di bawah horison albik.
Horison Spodik. Horison iluviasi seskuioksida bebas (Fe dan Al oksida) dan bahan organik.
Horison Sulfurik. Harison banyak mengandung sulfat masam (cat clay), pH < 3,5, terdapat banyak karatan jarosit (K, Fe sulfat).
Horison Kandik. Seperti argilik tetapi KTK (NH4 Oac) < 16 cmol (+)/kg dan KTK efektif < 12 cmol(+)/kg liat.
Horison Plakik. Padas tipis ( 1 – 25 mm) dari besi dan Mn.
2.3.1.3. Sifat Penciri Lain
Berikut ini adalah beberapa sifat penciri lain dalam penantuan klasifikasi tanah yaitu :
a. n value (Pons and Zonnevelds, 1965)
n =
A = kadar air tanah dalam keadaan lapang (berdasarkan berat kering).
R = % debu + pasir
L = % liat
H = % bahan organik (%C x 1,724)
n = 1: mentah, tanah seperti cair, mudah larut disela-sela jari kalau diperas, tanah selalu jenuh air. Daya dukung sangat rendah, subsudence besar.
n = 0,7 – 1 : agak matang: tanah agak sulit lekat disela-sela jari kalau diperas, dan sellau jenuh air.
n = 0,7 : matang, tanah tidak dapat melewati sela-sela jari bia diperas, kelembaban tanah kadang-kadang kurang dari kapasitas lapang.
b. Kontak Litik, Paralitik dan Petroperik
Lapisan bukan tanah (kontak) merupakan suatu lapisan penghambat perakaran walaupun demikian akar-akar tanaman mungkin dapat menembus kontak tersebut di tempat-tempat yang jaraknya masing-masing > 10 cm.
Menurut Hardjowigeno (1985), terdapat 3 jenis kontak, yaitu sebagai berikut :
1. Kontak litik (sentuh sela), merupakan lapisan bawah tanah keras ( > 3 dalam skala kekerasan Mohs) dan koheran (menyambung).
2. Kontak paralitik (sentuh selasemu), merupakan lapisan bawah tanah denga bahan lunak (< 3 skala Mohs) dan koheren.
3. Kontak petroferik (sentuh salawaja), dibawah tanah terdapat lapisan padas dengan besi sebagai peerkat.
c. COLE
Pentingnya nilai COLE yaitu :
1. Jika COLE > 0,09, menunjukkan bahwa tanah mengmebang dan mengkerut dengan nyata, kandungan montmorilonit tinggi.
2. Jika COLE < 0,09, menunjukkan bahwa di dalam tanah ditemukan mineral liat montmorilonit cukup banyak.
d. KTK (Kpasitas Tukar Kation)
KTK menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan kation-kation da mempertukarkan kation-kation tersebut. KTK digunakan untuk menghitung kejenuhan basa yang banyak digunakan untuk klasifikasi tanah.


e. Kejenuhan Basa (KB)
Kejenuhan basa bisa menunjukan tingkat pencucuian. Kejenuhan basa sub soil dari horison B dan bagian atas horison C merupakan petunjuk sejauh mana pencucian basa-basa dari tanah telah terjadi. Digunakan untuk membedakan tanah-tanah ordo Ultisol dengan Alfisol. Daerah dengan curah hujan tinggi, suhu tinggi dan lanscape tua umumnya mempunyai KB kurang dari 35% pada horison B (Ultisol), kejuhan basa > 35% (Alfisol).
f. Rejim Kelembaban Tanah
Istilah Rejim Kelembaban Tanah menyatakan ada atau tidak air tanah atau yang ditahan pada tegangan kurang dari 1.500 kPa di dalam horison tertentu selama priode tertentu dalam setahun (Soil Survey Staff, 1999).
Menurut Hardjowigeno (2003), regim kelembaban tanah dibagi manjadi 6 yaitu :
1. Aquic. Tanah sering jenuh air, sehingga terjadi reduksi. Ditunjukkan adanya karatan dengan kroma rendah dan value tinggi yaitu kroma 2 dan dan value 4.
2. Aridic atau Torric. Kering lebih dari 6 bulan (bila tanah tidak pernah beku). Tidak pernah lembab 90 hari berturut-turut atau lebih setiap tahun.
3. Perudic. Curah hujan setiap bulan selalu melebihi evaportranspirasi.
4. Udic. Tanah tidak pernah kering 90 hari (kumulatif) setiap tahunnya.
5. Ustic. Tanah setiap tahunnya kering lebih dari 90 hari (kumulatif) tetapi kurang dari 180 hari.
6. Xeric. Hanya terdapat di daerah beriklim mediteran (non iso): setiap tahun kering lebih dari 45 hari berturut-turut di musim panas, lembab lebih dari 45 hari berturut-turut di musim dingin.
Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organic, air dan udara dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman. Tanah (soil) berbeda dengan lahan (land) karena lahan meliputi tanah beserta faktor-faktor fisik lingkungannya seperti lereng, hidrologi, iklim dan sebagainya (Hardjowigeno S, 2003).
Tanah telah mengalami perkembangan dan perubahan menurut faktor-faktor pembentukannya. Menurut Hardjowigeno (1993), faktor pembentuk tanah merupakan faktor yang menentukan dalam pembentukan dan perkembangan jenis tanah. Faktor pembentuk tanah terdiri dari bahan induk dan faktor lingkungan yang mempengaruhi perubahan bahan induk menjadi tanah.
Para ahli tanah berpendapat bahwa faktor pembentukan tanah umumnya dipengaruhi oleh topografi, iklim, vegetsi, bahan induk, dan waktu. Hal ini sesuai dengan pendapat Dokuchiev dalam Suparwono dan Notohadiprawiro, 1978 yang menyatakan ada lima faktor pembentuk tanah utama yakni iklim, bahan induk, topografi, mahluk hidup (organisme) dan waktu. Dalamk pembentukan tanah fajktor-faktor ini merupakan sumber daya, hubungan dan kombinasi antara faktor yang potensial berubah terhadap bahan induk pembentuk tanah (Buol et al., 1980).

SKRIPSI dariKu untukMu

SKRIPSI...
sebuat kata yang sangat familiar ditelinga para mahasiswa khususnya semester akhir..

SKRIPSI...
memiliki dampak yang sangat dashyat..lebih dashyat daripada guna2 maupun mantra..karna dapat menohok hati yang paling dalam (ini lebih kejam daripada fitnah dalam versi saya)..terutama jika diucapkan berkali2 kepada orang yang nyaris DO

SKRIPSI...
biasanya orang yang terserang penyakit skripsi akan merasakan denyut jantung yang berantakan melebihi gejala orang jatuh cinta maupun gejala maling ketangkep basah lagi nyolong jemuran..

SKRIPSI...
tidak berefek samping saja tapi berefek depan-belakang-atas-bawah karna bisa menimbulkan efek ramping untuk yang sedang proses mengerjakan.. raut muka tidak jelas kaya ngga pernh nyentuh air..

SKRIPSI...
kata ini hampir mirip kaya koran..karna selalu bisa di daur ulang..khususnya untuk orang tua..
bukti..kata inilah yang paling sering diucapkan orang tua dalam segala situasi dan kondisi..(bahkan kadang2 ga nyambung sama situasinya)

contoh :
mama : gmana kabar kamu>>
sang anak:baik ma..alhamdulillah aku sehat bgt..aku abis jalan nih ma..seneng banget rasanya..ma, aku dong udah bisa masak..hebat kan??
mama : oh ya??brarti skripsinya lancar dong??
sang anak : ehmm....krskrrskkssrrrsrskk..eh ma...sinyalnya putus2..udahan dulu yaaah

SKRIPSI...
adalah penyebab utama dari segala penyakit..yang tadinya baik2 aja..mendadak pusing dan mual..bahkan efek paling parah adalah menimbulkan amnesia yang cukup lama (sudah banyak kasusnya..tanyain aja sama mahasiswa dan mahasiswa yang udah lama ga ngerjain skripsi karna kebanyakan maen)

SKRIPSI...
banyak dibenci orang..karna dari susunan katanya saja sudah menyebalkan..(lebih banyak huruf konsonan dibanding huruf vokalnya..cuma ada 2 huruf 'i' !!!!cuma 2!!!!ckckckc...parah..)

SKRIPSI...
sering dikambinghitamkan..khususnya untuk pasangan yang berniat mau selingkuh cari pacar baru..kalo menghindar pasti alesannya "aku lagi pengen kerjaa skripsi beb..maap kita ga contact dulu yah"
padahal sama yang laen bilang "ayo dong temenin aku kerja skripsi...aku ga bisa klo g ada yg nemenin"

SKRIPSI...
sering membuat sakit hati..apalagi klo udah dicoret2 dosen yang ternyata dosennya iseng aja nyoret2...

SKRIPSI...
Karya terakhir yg terkadang ngga perlu make proses.. yah klo dapat yg agak mirip judulx lngsung contek lurus aja.. biar bisa lngsung acc

SKRIPSI...
Sumber mala petaka..
smua hubungan akan dirusak...
apalagi klo sudah dimarahin ama pembimbing..
syapa aja akan jadi korban..
bahkan pembimbing itu sendiri..huuuff beeraaat

SKRIPSI..
sumber petunjuk karna org yg sbelumx ngga berTuhan jadi rajin smbhyang minta petunjuk brharap biar aman sesuai rencana.. blum waktux adzan sudah shlat duluan..

SKRIPSI...
terdiri dari huruf S-K-R-I-P-S-I