Sabtu, 20 Februari 2010

TANAH dan BATUAN

2.1. Pembentukan tanah


Bahan asal tanah dalam istilah ilmu tanah (pedologi) dinamakan bahan induk. Bahan induk berwujud batuan, mineral-mineral dan zat organic. Adanya korelasi antara zone iklim dan jenis tanah memperlihatkanbahwa pada awal pembentukan tanah yang paling berpengaruh adalah bahan asal, makin lama tanah berkembang makin besar pengaruhnya dan makin bersifat dominan terhadap faktor lain juga terhadap bahan induk (Darmawijaya, 1990).
Proses pembentukan tanah dibagi dalam 2 proses yaitu proses pelapukan dan proses perkembagan tanah. Pelapukan adalah berubahnya bahan penyusun tanah dari bahan penyusun bahtuan, sedangkan proses perkembangan adalah terbentuknya lapisan tanah yang menjadi cirri, sifat dan kenampakan khas bagi masing-masing jenis tanah (Darmawijaya, 1990).
Pembentukan tanah dipengaruhi oleh 5 faktor dalam berbagai proses baik reaksi fisik maupun kimia. Semula yang dianggap sebagai faktor pembentuk tanah hanyalah bahan induk, iklim dan mahluk hidup. Setelah diketahui bahwa tanah berkembang terus, maka faktornya ditambah dengan faktor waktu. Topografi yang mempengaruhi tata air dalam tanah da erosi tanah juga merupakan faktor pembentuk tanah (Jenny, 1946 dalam Darmawijaya, 1990).
Iklim relief dan batuan tanah adalah merupakan factor dominan yang mempengaruhi pembentukan tanah. Iklim Indonesia secara alami adalah tropis basah. Tanah-tanah yang terbentuk di daerah tropis basah mengalami pencucian yang hebat dan pada umumnya kurang subur, warnanya merah kuning, bereaksi masam, tinggi kandungan aluminumnya. Dengan menggunakan system klasifikasi Dudal dan Soepraptohardjo (1957), tanah-tanah tersebut diklasifikasikan kedalam podsolik merah kuning. Akan tetapi dengan menggunakan system sekarang (Soil Survey Staff, 1975; 1999) sebagian besar mereka dikategorikan ke dalam Ultisols dan sebagian kecil Oxisols. Akan tetapi didaerah kering seperti di Indonesia bagian Timur, pencucian tidak terlalu intensif sehingga basa-basa seperti Kalsium, Magnesium dan Kalium tertahan pada komplek jerapan sehingga pH tanah berkisar antara 5.5-7.0. Di tanah-tanah ini meskipun Aluminum tidak bermasalah namun fosfat sering diikat dalam bentuk komplek kalsium. Dari total lahan Indonesia, sekitar 39% adalah datarn (kemiringan 0-8%), 13% bergelombang dengan kemiringan 8-15%, dan 47% adalah berbukit sampai bergunung. Dalam kaitannya dengan pembentukan tanah, sifat-sifat relief mempunyai pengaruh terhadap status air di dalam tanah yang pada gilirannya mempengaruhi pembentukan tanah.
Ditemukan bahwa ada 7 (tujuh) jenis batuan yang secara dominan mempengaruhi pembentukan tanah yaitu bahan organic, alluvium, batuan kapur, batuan sedimen, batuan metamorfik, plutonik dan batuan vulkanik. Meskipun demikian untuk kasus Indonesia, kebanyakan tanah dibentuk dari batuan sedimen (75.48 juta ha atau 40.1% dari total lahan), vulkanik (31.71 juta ha atau 16.9%) dan alluvium (29.75 juta atau 15.8% dari total lahan). Selebihnya dibentuk dari bahan organik (7.7%), plutonik (7.6%), batuan kapur (6.3%), dan metamorfik (4.7%). (DATA DARI INTERNET)
Para ahli tanah berpendapat bahwa faktor pembentukan tanah umumnya dipengaruhi oleh topografi, iklim, vegetsi, bahan induk, dan waktu. Hal ini sesuai dengan pendapat Dokuchiev dalam Suparwono dan Notohadiprawiro, 1978 yang menyatakan ada lima faktor pembentuk tanah utama yakni iklim, bahan induk, topografi, mahluk hidup (organisme) dan waktu. Dalam pembentukan tanah fajktor-faktor ini merupakan sumber daya, hubungan dan kombinasi antara faktor yang potensial berubah terhadap bahan induk pembentuk tanah (Buol et al., 1980).

2.2. Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah adalah pengelompokan berdasarkan sifat-sifat yang sama, klasifikasi tanah akan berbeda dari suatu tempat dengan tempat yang lain berdasarkan criteria pengelompokan (Soil Survey Staff, 1975). Selanjutnya Cline, 1949 mengemukakan bahwa klasifikasi tanah adalah suatu system yang mengatur atau menyususn sekian bayak benda atau pengertian ke dalam beberapa kelas atau golongan sehingga memudahkan kita melihat hubungan diantara sesamanya.
Klasifikasi tanah membantu kita dalam mengingat sifat-sifat tanah, juga dalam menambah pengetahuan kita tentang tanah disamping membantu kita melihat hubungan satu dengan yang lainnya dan hubungan tanah itu dengan lingkungannya (Kello, 1963).
Klasifikasi tanah secara garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu klasifikasi secara alami (taksonomi) dan klasifikasi secaraketeknikan atau kegunaan. Klasifikasi alami adalah klasifikasi yang didasarkan atas sifat fisik tanah yang dimilikinya tanpa menghubungkan dengan tujuan penggunaan tanah tersebut. Klasifikasi ini memberikan gambaran besar terhadap sifat fisik, kimia dan minerologi tanah yang dimiliki masing-masing kelas yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar untuk pengelolaan bagi berbagai penggunaan tanah. Sedangkan klasifikasi teknis adalah klasifikasi tanah yang didasarkan atas sifat-sifat yang mempengaruhi kemampuan tanah untuk penggunaan-penggunaan tertentu (Hardjowigeno, 1987).
Tujuan klasifikasi tanah secara sistematis adalah sebagai berikut : 1) mengorganisir atau menata pengetahuan kita tentang tanah, 2) Untuk mengetahui hubungan masing-masing individu tanah satu sama lain, 3) Untuk memudahkan mengingat sifat-sifat tanah, 4) Untuk mengelompokkan tanah denga tujuan yang lebih ptraktis dan 5) Mempelajari hubungan dan sifat-sifat tanah yang baru (Hardjowigeno, 1985).


2.3. Sistem Klasifikasi Berdasarkan Soil Taxonomy (USDA, 1999)
System klasifikasi berdarakan soil taksonomi ini digunakan karena system ini merupakan system yang multi kategori dan mempunyai cirri nyang lebih detail dari pada system lain. Taxonomy tanah (USDA, 1999) mempunyai ciri-ciri yang disebut cirri takxonomy tanah yang terdiri dari 8 ciri yaitu 1) setiap taksa harus mengandung pengertian yang sama kepada para pemakai, 2) Multi kategori yaitu jumlah taksa semakin kebawah jumlah taksa lebih banyak pada kategori paling rendah, 3) Taksa harus merupakan konsep dari tanah yang benar-benar ada, 4) Pembeda adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati, 5) Memungkinkan adanya perubahan-perubahan karena adanya penemuan-penemuan baru tanpa merusak system itu sendiri, 6) Pembeda sedapat mungkin mampu menempatkan tanah yang tidak terganggu dan tanah telah diolah ke dalam taksa yang sama pada kategori tertentu, 7) Taksonomi harus dapat mengklasifikasikan tanah dalam suatu landscape, 8) Taksonomi dapat mengklasifikasikan semua tanah yang diketahui.
Penggunaan taksonomi tanah sudah banyak sekali dilakukan baik penggunaan langsung untuk survei tanah atau pun untuk memberikan padanan terhadap sistem-sistem lai yang digunakan. Selain itu dalam sistem ini defenisi-defenisi tanah dibuat dengan pasti, sistematis dalam suatu sistem klasifikasi yang jelas dan tata namanya sangat indikatif (nama-nama tanah menunjukkan sifat-sifat tanah masing-masing kategori). Dengan defenisi-defenisisi yang pasti tersebut maka kemungkinan mengklasifikasikan tanah yang sama kedalam kelas yang berbeda, atau tanah-tanah yang berbeda kedalam kelas tanah yang sama dapat dihindarkan (Hardjowigeno, 1985).
Sistem taksonomi tanah terdiri atas 6 kategori yaitu : 1) Ordo, 2) Sub-ordo, 3) group, 4) sub-group disebut sebagai kategori tinggi, sedangkan 5) famili dan6) Seri disebut sebagai kategori rendah. Pembeda yang digunakan untuk masing-masing kategori secara berurut sebagai berikut :
Ordo : Faktor pembeda adalah ada tidaknya horison penciri serta sifat-sifat dari horison penciri tersebut.
Sub-ordo : Faktor pembeda adalah ada tidaknya genangan (regim kelembaban tanah, pembeda genetik dan tingkat pelapukan bahan organik.
Group : Faktor pembeda adalah tingkat perkembangan dan sususnan horison, kejenuhamn basah, regim suhu dan kelembaban serta ada tidaknya horison penciri lain.
Sub-group : Sifat-sifat dari group, sifat-sifat peralihan ke roup-group lainnya.
Famili : Faktor pembeda adalah sifat yang penting untuk pertumbuhan tanaman seperti sebaran besar butir, susunan mineral liat, regim suhu dan kedalaman 50 cm dari permukaan tanah.
Seri : Faktor pembeda adalah jenis dan susunan horison, warna, tekstur, struktur, konsistensi, reaksi tanah, sifat kimia dan mineral masing-masing horison.
Sistem Soil Taxonomy (1999) dikenal ada 12 ordo tanah yaitu Alfisols, Andisols, Aridisols, Entisol, Gelsols, Histosol, Inseptisols, Mollisols, Oxisols, Spodosols, Ultisols dan Vertisols.
2.3.1. Horison dan Sifat Penciri
2.3.1.1 Epipedon
Epipedon adalah suatu horison yang terbentuk pada atau dekat permukaan, dan sebagian besar struktur batuannya sudah dirusak. Horison ini telah menjadi gelap oleh bahan organik atau menunjukkan gejala-gejala eluviasi atau terpengaruh oleh keduanya (Soil Survey Staff, 1999).
Menurut Hardjowigeno (1985), surface horison ini terdiri beberapa bagian yaitu sebagai berikut :
Epipedon antrhopik : merupakan horison antrhopik yang dibuat oleh manusia (antrhopo = manusia), sehingga berbeda dengan horison mollik dalam warna,struktur dan dan kadar bahan organik. Horison ini berkembang karena dalam waktu yang lama meninggalkan tulang dan karang yang kaya akan posfor dan kalsium, atau digunakan untuk tanaman beririgasi. Kadar P¬¬2O5 lebih dari 250 ppm, kejenuhan basah biasanya lebih dari 50% atau mengkin kurang dari 50% tetapi lebih dari tanah sekitarnya.
Epipedon Mollik,. Termasuk horison permukaan warna kelam , kaya akan humus, relatif tebal dan atau horison yang kompleks penukarannya didominasi kation dwivalensi dinamakan mollic epipedon. Struktur sudah berkembang sedang sampai kuat, sehingga lunak (mollik = melunakkan) juga dalam keadaan kering. Memiliki sifat-sifat yaitu : struktur tanah yang cukup berkembang kuat, sehingga lunak jika kering: berwarna kelam dengan warna Munsell lebih kelam dari 3,5 basah dan kering serta chroma kurang dari 3,5 basah: kejenuhan basa 50% atau lebih: kadar C-organik 2,5% (sedikit lebih dari 4% bahan organik) atau lebih dalam lapisan tanah teratas sedalam 18 cm: tebal sekitar 25 cm (10-75) diats lithic horison: mengandung kurang dari 250 ppm P2O5 larut dalam 1% asam sitrat.
Epipedon Umbrik. Merupakan horison permukaan yang tebal berwarna kelam kaya bahan organik, kejenuhan basa kurang dari 50% dinamakan umbricepipedon. Horison umbric tidakharus lunak jika kering. Horison ini berkembang karena hujan tinggi.
Epipedon Plagen. Epipedon ini dibuat oleh manusia sedalam 50 cm atau lebih dihasilkan oleh pemupukan yang terus-menerus dalam waktu yang lama. Bahan organik terdekomposisi lambat dan pasir kuarsa dalam pupuk tertimbun di lapangan kurang lebih 1 mm/thn, sehingga dalam 1000 tahun akakn berkembang plaggen epipedon setebal 1 m. warna tanahnya dan kadar bahan organik tergantung pada sumbernya, sehingga cenderung hitam atau kelam, kaya bahan organik dengan nisbah C/N besar.
Epipedon Okhric. Epipedon okhric berwarna sangat cerah (light), kadar bahan organik rendah, atau terlalu tipis untuk dianggap epipedon mollik, umbrik, antropik atau plagen atau jika kering keras dan mampat. Horisonnya belum berkembang atau berkembang di bawah vegetasi hutan.
Epipedon Histic. Terbentuk dalam tanah yang jenuh air dalam sebulan atau lebih, sehingga bahan organik ada dalam 20 cm. C-organik berkisar dari 12 % dalam tanah fraksi mineral tanpa liat (clay) sampai 18 % dalam fraksi mineral dengan 60% atau lebih liat.
Epipedon Folistik. Lapisan tanah yang terdiri dari suatu horison atau lebih tebal atau yang jenuh air selam kurang dari 30 hari kumulatif dalam tahun-tahun normal, tersusun dari bahan organik dengan ketebalan 20 cm atau lebih.
Epipedon Melanik. Epipedon yang memiliki sifat tanah andik pada seluruh ketebalannya, value warna lembab dan kroma 2 atau kurang, kandungan karbon organik 6 % atau lebih sebagai rata-rata tertimbang dan kandungan karbon organik 4 % atau lebih pada semua lapisan.
2.3.1.2. Horison Penciri Bawah Permukaan
Menurut Hardjowigeno (2003), sub surface terdiri dari beberapa bagian yaitu sebagai berikut :
Horison Agrik. Horison dibawah lapisan olah terdapat akumulasi debu, liat dan humus.
Harison Albik. Horison berwarna pucat (horison E), warna dengan value lembab lebih dari lima.
Harison Argilik. Horison penimbunan liat, adalah horison B yang paling sedikit engandung 1,2 kali liat lebih banyak daripada liat diatasnya. Terdapat selaput liat.
Horison Kalsik. Tebal 15 cm atau lebih, mengandung karbonat (CaCO3 atau MgCO3) sekunder tinggi.
Horison Kambik. Horison bawah yang telah terbentuk struktur tanah atau sudah lebih mera dari bahan induk atau ada indikasi lemah adanya argilik atau spodik, tetapi tidak memenuhi syarat untuk kedua horison tersebut.
Horison Gipsik. Harison banyak mengandung gipsum (CaSO4) sekunder.
Horison Natrik. Horison argilik yang banyak mengandung Na.
Horison Oksik. Tebal 30 cm atau lebih, KTK (NH4O Ac) < 16 cmol (+)/kg liat, dan KTK efektif (jumlah basa + Aldd) < 12 cmol (+)/kg liat. Mineral mudah lapuk < 10%.
Horison Petrokalsik. Horison kalsik yang mengeras.
Horison Petrogipsik. Horison gipsik yang mengeras.
Horisonsalik. Tebal 2 cm atau lebijh, banyak mengandung garam-garam sekunder mudah larut.
Horison Sambrik. Horison berwarna gelap, sifat-sifat seperti epipedon umbrik, terjadi iluviasi humus tanpa Al dan tidak terletak di bawah horison albik.
Horison Spodik. Horison iluviasi seskuioksida bebas (Fe dan Al oksida) dan bahan organik.
Horison Sulfurik. Harison banyak mengandung sulfat masam (cat clay), pH < 3,5, terdapat banyak karatan jarosit (K, Fe sulfat).
Horison Kandik. Seperti argilik tetapi KTK (NH4 Oac) < 16 cmol (+)/kg dan KTK efektif < 12 cmol(+)/kg liat.
Horison Plakik. Padas tipis ( 1 – 25 mm) dari besi dan Mn.
2.3.1.3. Sifat Penciri Lain
Berikut ini adalah beberapa sifat penciri lain dalam penantuan klasifikasi tanah yaitu :
a. n value (Pons and Zonnevelds, 1965)
n =
A = kadar air tanah dalam keadaan lapang (berdasarkan berat kering).
R = % debu + pasir
L = % liat
H = % bahan organik (%C x 1,724)
n = 1: mentah, tanah seperti cair, mudah larut disela-sela jari kalau diperas, tanah selalu jenuh air. Daya dukung sangat rendah, subsudence besar.
n = 0,7 – 1 : agak matang: tanah agak sulit lekat disela-sela jari kalau diperas, dan sellau jenuh air.
n = 0,7 : matang, tanah tidak dapat melewati sela-sela jari bia diperas, kelembaban tanah kadang-kadang kurang dari kapasitas lapang.
b. Kontak Litik, Paralitik dan Petroperik
Lapisan bukan tanah (kontak) merupakan suatu lapisan penghambat perakaran walaupun demikian akar-akar tanaman mungkin dapat menembus kontak tersebut di tempat-tempat yang jaraknya masing-masing > 10 cm.
Menurut Hardjowigeno (1985), terdapat 3 jenis kontak, yaitu sebagai berikut :
1. Kontak litik (sentuh sela), merupakan lapisan bawah tanah keras ( > 3 dalam skala kekerasan Mohs) dan koheran (menyambung).
2. Kontak paralitik (sentuh selasemu), merupakan lapisan bawah tanah denga bahan lunak (< 3 skala Mohs) dan koheren.
3. Kontak petroferik (sentuh salawaja), dibawah tanah terdapat lapisan padas dengan besi sebagai peerkat.
c. COLE
Pentingnya nilai COLE yaitu :
1. Jika COLE > 0,09, menunjukkan bahwa tanah mengmebang dan mengkerut dengan nyata, kandungan montmorilonit tinggi.
2. Jika COLE < 0,09, menunjukkan bahwa di dalam tanah ditemukan mineral liat montmorilonit cukup banyak.
d. KTK (Kpasitas Tukar Kation)
KTK menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan kation-kation da mempertukarkan kation-kation tersebut. KTK digunakan untuk menghitung kejenuhan basa yang banyak digunakan untuk klasifikasi tanah.


e. Kejenuhan Basa (KB)
Kejenuhan basa bisa menunjukan tingkat pencucuian. Kejenuhan basa sub soil dari horison B dan bagian atas horison C merupakan petunjuk sejauh mana pencucian basa-basa dari tanah telah terjadi. Digunakan untuk membedakan tanah-tanah ordo Ultisol dengan Alfisol. Daerah dengan curah hujan tinggi, suhu tinggi dan lanscape tua umumnya mempunyai KB kurang dari 35% pada horison B (Ultisol), kejuhan basa > 35% (Alfisol).
f. Rejim Kelembaban Tanah
Istilah Rejim Kelembaban Tanah menyatakan ada atau tidak air tanah atau yang ditahan pada tegangan kurang dari 1.500 kPa di dalam horison tertentu selama priode tertentu dalam setahun (Soil Survey Staff, 1999).
Menurut Hardjowigeno (2003), regim kelembaban tanah dibagi manjadi 6 yaitu :
1. Aquic. Tanah sering jenuh air, sehingga terjadi reduksi. Ditunjukkan adanya karatan dengan kroma rendah dan value tinggi yaitu kroma 2 dan dan value 4.
2. Aridic atau Torric. Kering lebih dari 6 bulan (bila tanah tidak pernah beku). Tidak pernah lembab 90 hari berturut-turut atau lebih setiap tahun.
3. Perudic. Curah hujan setiap bulan selalu melebihi evaportranspirasi.
4. Udic. Tanah tidak pernah kering 90 hari (kumulatif) setiap tahunnya.
5. Ustic. Tanah setiap tahunnya kering lebih dari 90 hari (kumulatif) tetapi kurang dari 180 hari.
6. Xeric. Hanya terdapat di daerah beriklim mediteran (non iso): setiap tahun kering lebih dari 45 hari berturut-turut di musim panas, lembab lebih dari 45 hari berturut-turut di musim dingin.
Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organic, air dan udara dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman. Tanah (soil) berbeda dengan lahan (land) karena lahan meliputi tanah beserta faktor-faktor fisik lingkungannya seperti lereng, hidrologi, iklim dan sebagainya (Hardjowigeno S, 2003).
Tanah telah mengalami perkembangan dan perubahan menurut faktor-faktor pembentukannya. Menurut Hardjowigeno (1993), faktor pembentuk tanah merupakan faktor yang menentukan dalam pembentukan dan perkembangan jenis tanah. Faktor pembentuk tanah terdiri dari bahan induk dan faktor lingkungan yang mempengaruhi perubahan bahan induk menjadi tanah.
Para ahli tanah berpendapat bahwa faktor pembentukan tanah umumnya dipengaruhi oleh topografi, iklim, vegetsi, bahan induk, dan waktu. Hal ini sesuai dengan pendapat Dokuchiev dalam Suparwono dan Notohadiprawiro, 1978 yang menyatakan ada lima faktor pembentuk tanah utama yakni iklim, bahan induk, topografi, mahluk hidup (organisme) dan waktu. Dalamk pembentukan tanah fajktor-faktor ini merupakan sumber daya, hubungan dan kombinasi antara faktor yang potensial berubah terhadap bahan induk pembentuk tanah (Buol et al., 1980).

Tidak ada komentar: